A. PENDAHULUAN
Teori-teori manajemen organisasi secara intensif mulai diperkenalkan di awal tahun 1980-an. Teori yang paling banyak dipelajari dan diterapkan adalah mengenai manajemen perubahan (change management). Pada hampir semua kerangka teori manajemen perubahan ditekankan pentingnya teknologi informasi sebagai salah satu komponen utama yang harus diperhatikan oleh perusahaan yang ingin menang dalam persaingan bisnis. Seperti pada kedua era sebelumnya yang lebih menekankan pada unsur teknologi, pada era manajemen perubahaan yang lebih ditekankan adalah sistem informasi, karena komputer dan teknologi informasi merupakan komponen dari sistem tersebut. Kunci keberhasilan perusahaan di era tahun 1980-an adalah penciptaan dan pengusaaan informasi secara cepat dan akurat.
Didalam periode ini, perubahaan secara filosofi dari perusahaan tradisional menuju perusahaan modern terletak bagaimana menajemen melihat kunci kinerja perusahaan. Organisasi tradisional melihat struktur perusahaan sebagai kunci utama pengukuran kinerja, sehingga semuanya diukur secara hierarki berdasarkan devisi-devisi atau departemen. Dalam teori organisasi modern, ketika persaingan bebas telah menyebabkan customer harus pandai-pandai memilih produk yang beragam dipasar, proses penciptaan produk atau pelayanan kepada pelanggan merupakan kunci utama kinerja perusahaan. Keadaan ini sering diasosiasikan dengan istilah manajemen “Market driven” atau “customer base company” yang pada intinya adalah penilaian kinerja perusahaan dari kepuasan para pelanggannya. Dan yang sangat jelas dalam format kompetisi yang baru ini adalah bahwa peranan komputer dan teknologi informasi yang digabungan dengan komponen lain seperti proses, prosedur, struktur organisasi, SDM, budaya perusahaan, manajemen dan komponen terkait lainnya dalam membentuk sistem informasi yang baik, merupakan salah satu kunci keberhasilan perusahaan secara strategis.
Tidak dapat disangkal lagi bahwa kepuasan pelanggan terletak pada kualitas pelayanan. Pada dasarnya, dalam memilih produk atau jasa yang dibutuhkannya, seorang pelanggan akan mencari perusahaan yang menjual produk atau jasa tersebut dengan istilah : cheaper (lebih murah), better (lebih baik) dan faster (lebih cepat). Disinilah peranan sistem informasi sebagai komponen utama dalam memberikan keunggulan kompetitif perusahaan. Oleh karena itu kunci kinerja perusahaan adalah pada proses yang terjadi baik di dalam perusahaan (back office) maupun yang langsung bersinggungan dengan pelanggan (front office). Dengan memfokuskan diri pada penciptaan proses (business process) yang efisien, efektif, dan terkontrol dengan baik, sebuah perusahaan akan memiliki kinerja yang handal. Tidak heran bahwa di era tahun 1980-an sampai dengan awal tahun 1990-an terlihat banyak sekali perusahaan yang melakukan BPR (Business Process Reengineering), restrukturisasi, implementasi ISO-9000, implementasi TQM, Instalasi dan pemakaian sistem informasi korporat (SAP, Oracle, BAAN) dan lain sebagainya.
Business Process Reengineering (BPR), bagaimana mempercepat dan membuat business process lebih sederhana.
B. BUSINESS PROCESS ENGINEERING (REKAYASA ULANG PROSES BISNIS)
Untuk mengkaji lebih jelas mengenai proses bisnis, penting diketahui bahwa secara umum, sebuah perusahaan akan melalui lima tahapan evolusi dalam pengembangan sistem informasinya (Sumber http: w w w.apjii.or.id /eko_indradjit / PDF%20 Collections/SistemBisnisTerintegrasi.pdf), yakni: A). The Cross-Functional Business Unit yang merupakan pengembangan modul aplikasi untuk fungsi bisnis tertentu saja, seperti misalnya untuk keperluan transaksi pembelian, penyusunan laporan keuangan, pencetakan slip gaji pegawai, dan lain sebagainya. B).The Strategic Business Unit yang merupakan hasil penyatuan beberapa fungsi manajemen di dalam sebuah divisi atau business unit tertentu untuk membantu manajemen dan staf dalam mencapai obyektif yang ditargetkan terhadap divisi atau business unit tersebut. C). The Integrated Enterprise yang merupakan sebuah sistem informasi terpadu yang mengintegrasikan berbagai modul-modul aplikasi yang dimiliki seluruh divisi atau business unit yang ada di dalam perusahaan, dimana merupakan embrio dari sistem informasi korporat terpadu. D). The Extended Enterprise yang merupakan penggabungan antara sistem informasi korporat terpadu yang telah dimiliki oleh internal perusahaan dengan satu atau lebih sub-sistem dari perusahaan atau entiti lain yang merupakan mitra kerja dari perusahaan terkait. E). The Inter-Enterprise Community yang merupakan hasil dari berbagai hubungan terintegrasi sistem informasi antar perusahaan yang ada dalam komunitas bisnis sehingga membentuk jejaring sistem informasi yang sangat besar dan luas cakupannya.
Perusahaan industri merupakan bentuk organisasi usaha yang kompleks dan menjadi acuan utama dalam Tantangan perubahan yang diharapkan untuk pencapaian bisnis yang efektif dapat diidentifikasi menjadi 2 hal, yakni: 1). Memperluas jangkauan pemikiran manajemen: hal yang menjadi fokus manajemen adalah pada inovasi produk, pertumbuhan investasi, divisi atau departemen untuk mengoptimalkan kinerja organsisasi secara keseluruhan. 2). Membangun jaringan kompleksitas teknologi informasi: untuk menspesifikasi keunggulan produk dengan aplikasi terbaru yang menuntut tingkat keahlian personel sistem informasi. Sistem manajerial perusahaan dibangun atas dasar pengetahuan manajemen mengintegrasikan antara kebutuhan infrastruktur dan proses bisnis sehingga membentuk jembatan komunikasi antara pelaku bisnis dengan tata kelola sistem informasi strategis.
Organisasi bisnis memiliki karakteristik aktivitas sistem dimana suatu keuntungan dari hasil produk dapat menjaga kelangsungan hidupnya berdasarkan informasi akuntansi. Oleh karena itu, perlu diidentifikasi apakah penggunaan sumber daya sistem informasi telah memacu perkembangan budaya bisnis berkesinambungan dan tidak macet dalam kerangka model bisnis yang diterapkan.
“business process redesign” atau yang lebih dikenal dengan BPR atau “Business Process Reengineering” (Rekayasa ulang proses bisnis). Teori Michael Hammer dan James Champy, yang digabung dengan kerangka value chain Michael Porter, telah mengilhami perusahaan untuk mengadakan perubahan besar-besaran dan secara mendasar. Karena perusahaan akan melakukan transformasi besar-besaran di sini, maka resiko yang dihadapi juga sangatlah besar.
Tercatat dalam statistik terakhir bahwa 80% dari program BPR mengalami kegagalan. Namun seperti istilah “high risk high return” mengatakan, dari 20% perusahaan yang berhasil menjalani program BPR dengan sukses, manfaat atau benefit yang diperoleh pun tidak kepalang tanggung! Ada yang sanggup meningkatkan pendapatan-nya (revenue) hingga 100%, ada yang langsung menjadi market leader, ada yang frekuensi transaksi dan volume penjualannya meningkat sangat tajam, dan keberhasilan lainnya. Dilihat dari kacamata sistem informasi, aplikasi-aplikasi seperti ERP (Enterprise Resource Planning) dan Sistem Informasi Korporat lainnya merupakan salah satu komponen utama (change driver) yang memicu perusahaan untuk melakukan program BPR. Sebutlah aplikasi seperti SAP, BAAN, Oracle, PeopleSoft, yang merupakan perangkat lunak paling laku di pasaran. Perubahan mendasar yang dimaksud dalam BPR adalah tidak hanya membatasi diri pada pembagian fungsi atau proses di dalam perusahaan, tetapi lebih dari itu. Bahkan ada perusahaan yang harus mendefinisikan ulang bisnis yang akan digelutinya (visi dan misi usaha).
Rekayasa ulang proses bisnis bukanlah harga mati atas perbaikan sistem yang mengalami hambatan dalam aplikasi prosedur organisasi, tetapi merupakan kelahiran kembali yang menyangkut bagaimana aktivitas bisnis dilakukan dari awal dengan memperhatikan pertimbangan biaya, waktu dan pelaksana.
Penting untuk diketahui bahwa rekayasa ulang proses bisnis bersifat iterative, karena menyesuaikan diri dengan suatu lingkungan bisnis yang berubah. George S. Pressman (2002) mengindikasikan model BPR (Business Process Reengineerig) terdiri dari 6 aktivitas utama, yakni: 1). Definisi bisnis: Hendak dibawa ke mana bisnis dilakukan dengan premis kunci, yaitu reduksi biaya, reduksi waktu, peningkatan kualitas dan pengembangan seta pemberdayaan personel. 2). Identifikasi proses: Aktivitas ini diprioritaskan menurut kepentingan organisasi, kebutuhan perubahan yang sifatnya dientaskan dalam program kerja yang diharapkan tertata dengan baik meskipun sifatnya bisa tentative. 3). Evaluasi proses: Proses menjalankan program kerja tertentu perlu memperhatikan aspek pengendalian yang menyangkut biaya dan target produksi, sehingga perlu adanya pengkajian dalam bentuk rencana jangka panjang atau pendek. 4). Spesifikasi dan desain proses: Mendefinisikan aktivitas bisnis perlu dilakukan program kerja khusus dengan memperhatikan faktor keberhasilan dan kesuksesan, bagaimana sumber daya sistem informasi dan manusia dapat mencapainya. Untuk itu perlu menggunakan kasus (use case) agar hasil akhir sistem dapat dicapai menurut kriteria pelanggan. Hirarki bisnis sangat penting dalam menspesifikasi bisnis yang terarah. 5). Prototyping: Ini merupakan gambaran secara abstrak yang akan diimplementasikan secara fisik mengenai model bisnis yang akan dijalankan. Prototipe bisnis dibuat berdasarkan proses sebelumnya, dan bersifat menguji untuk tahap penyaringan berikutnya. 6). Penyaringan dan Instantiasi: Berdasarkan umpan balik (feedback) dari prototipe tersebut, proses bisnis kemudian diinstankan dalam suatu bisnis.
Rekayasa ulang proses bisnis bisa menjadi jalan keluar jika daya untuk mencapai kinerja bisnis mengalami kemandekan karena metode pengendalian organisasi yang kurang memuaskan dan produk nilai bisnis tidak dihasilkan dari aktivitas bisnis yang benar. Sistematika proses bisnis menekankan pada identifikasi bisnis dan model prototyping yang sesuai dengan tujuan organisasi.
Tanggung jawab utama bagi rekayasa ulang proses bisnis menyebabkan keperluan pengembangan sistem untuk melihat lebih jauh apakah perubahan yang temporer dapat beradaptasi dengan tata kelola organisasi bisnis dengan jaringan konfigurasi model antar infrastruktur teknologi informasi yang dipakai.
C. Manfaat Bagi Perusahaan Yang Membentuk Proses Business
Dalam melakukan pengelolaan organisasi bisnis, kebanyakan dari kita terpaku dengan struktur organisasi. Bahkan banyak manajemen perusahaan yang bila menghadapi masalah dalam bisnis, akan selalu melihat ulang struktur organisasinya.
Struktur organisasi seringkali berdampak terhadap pembentukan ego dari masing-masing departemen sehingga dalam kondisi ekstrimnya akan membentuk raja-raja kecil dalam organisasi.
Fenomena ini sudah terbentuk di banyak perusahaan dan membudaya sehingga sering menjadi kendala di era persaingan sekarang dan mendatang. Pengelolaan organisasi bisnis memang membutuhkan struktur organisasi, tetapi bukan itu satu-satu perangkat yang kita bisa manfaatkan.
Perangkat lain yang harus disediakan secara cerdik oleh organisasi bisnis adalah pemetaan proses bisnis (business process mapping) yang sering diabaikan atau banyak perusahaan tidak terpikirkan.
Proses bisnis merupakan perangkat mendasar yang harus disusun secara customized di tiap organisasi bisnis. Mengapa proses bisnis yang rinci, detil, integral itu menjadi kunci? Coba kita lihat bersama manfaatnya:
Hampir semua konsep manajemen modern berlandaskan proses bisnis seperti:
· Balanced scorecard strategic management
· Integrated management system memenuhi standar mutu, keamanan pangan, lingkungan, dll
· Activity based management .Rekayasa proses bisnis (business process reengineering)
· Total quality management Business excellence model seperti Malcolm Baldrige, Singapore Quality Award, Australian Quality Award atau European Quality Award.
Mengapa semua konsep manajemen di atas yang notabene banyak diterapkan di negara maju dan berkembang mempunyai persayaratan yang berkaitan dengan proses bisnis?
Tentunya mereka bukan orang bodoh dan punya alasan mendasar memasukkan proses bisnis menjadi salah satu dari pilar atau elemen dasarnya.
*Implementasi enterprise system (IT) seperti enterprise resource planning, supply chain management, customer relation management.
Dengan demikian proses bisnis yang disusun secara mendalam dan integral akan menjadi alat penting dalam menjalankan kegiatan bisnis secara konsisten serta mudah dievaluasi hasilnya. Proses bisnis harus menjadi platform kita dalam mengelola bisnis di mana setiap karyawan memahami dengan baik proses bisnis yang harus mereka jalankan serta target yang harus mereka capai.
Efektivitas suatu bisnis beroperasi sering dipengaruhi efektivitas pelaksanaan proses bisnisnya atau isi dari proses bisnisnya.
Dalam kaitannya dengan Business Transformation Management di mana value discipline dan strategi bisnis menjadi lokomotif bisnis yang harus secara jelas dijabarkan, dimengerti dan disepakati oleh pemilik, direksi dan manajer madya, maka sudah seharusnya strategi bisnis dieksekusi secara sungguh-sungguh.
Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana agar eksekusinya dapat berjalan secara terkendali, jelas langkahnya, jelas penanggungjawabnya serta terkoordinasi baik dengan pihak terkait? Di sini proses bisnis menjadi kendaraan penting untuk proses eksekusi dari strategi bisnis agar manajemen mampu melakukan tinjauan secara lebih jelas dan terarah.
Manajemen perusahaan juga tentunya dituntut menunjukkan komitmen mereka melalui pengambilan keputusan terhadap hal-hal strategis yang harus dilakukan dalam rangka persiapan dan proses eksekusi strategi bisnis melalui proses bisnis.
Dengan demikian maka setiap perusahaan harus membentuk proses bisnis yang unik, khas dan efektif.
Memang seringkali kita membutuhkan beberapa referensi atau petunjuk dalam menyusunnya sehingga menghindari kekeliruan yang berlarut-larut atau menghabiskan waktu.
Apa konsekuensi dari perusahaan yang tidak pernah dipetakan secara gamblang Proses bisnis mereka?
· Banyak timbul miskoordinasi & miskomunikasi antar departemen atau fungsi
· Terbantuk dinding pemisah antar departemen karena hanya mengacu struktur organisasi
· Terbentuk ego yang tinggi dari masing-masing departemen
· Masing-masing bagian mencari amannya sendiri.
· Sulit membentuk teamwork berkinerja tinggi
· Kesulitan mengadopsi berbagai konsep manajemen modern secara efektif
· Kesulitan dalam membangun integrasi teknologi informasi yang lebih kearah enterprise system
Apa konsekuensi perusahaan yang akan membentuk proses bisnis mereka?
· Melibatkan masing-masing fungsi dalam unit bisnis atau perusahaan
· Mengalokasikan waktu secara disiplin
· Harus punya target waktu penyelesaian serta tahap evaluasi progress
· Mempunyai referensi untuk membentuk proses bisnis efektif yang mampu menangkap strategi bisnis serta kebutuhan operasional sehari-hari
· Mengubah paradigma pemilik, manajemen puncak, madya dan jajaran bawahnya dari yang sebelumnya lebih berorientasi pada departemental menjadi berorientasi proses kerja
· Mempunyai kegigihan dalam proses implementasi yang pasti akan menghadapi kendala
· Evaluasi bertahap, sampai di mana proses bisnis telah menjadi mindset.
Sedemikian berkekuatannya proses bisnis yang harus dipahami oleh seluruh jajaran manajemen sehingga membangun spirit seperahu dan seperjuangan untuk menjalankan strategi bisnis dan operasional bisnis dalam mencapai visi masing-masing perusahaan.
Tentu proses bisnis yang kita miliki sekarang belum pasti memenuhi harapan dari kebutuhan mengeksekusi strategi atau persyaratan bisnis atau pelanggan yang ada, sehingga manajemen dan jajarannya harus mampu menerima terhadap perubahan penambahan atau pun pengurangan dari proses bisnisnya.
Proses bisnis yang harus dibentuk secara integral tentunya tidak boleh lari dari value discipline yang telah dipilih sebagai diferensiasi strategi bisnisnya yaitu product leadership, pperation excellence atau customer intimacy.
Proses bisnis product leadership company lebih mengutamakan kemampuan untuk mendesain produk atau jasa dengan inovasi atau kreatifitas tinggi serta melemparkan ke pasar dengan sukses atau meledak (blockbuster).
Sedangkan operation excellence company lebih menekankan proses bisnis yang selalu punya kemampuan menghasilkan atau menyediakan produk atau jasa dengan efisiensi dan produktivitas tinggi sehingga mutu, biaya, penyediaan dan kecepatan layanan menjadi target yang harus diperbaiki selalu.
Akan berbeda halnya dengan customer Intimacy company yang proses bisnisnya selalu membuat kedekatan dengan pelanggan agar mereka mampu menjadi penasehat yang baik bagi pelanggan atau proses bisnisnya fokus pada usaha membuat pelanggan tidur nyenyak menggunakan produk dan atau jasanya.
Penekanan proses bisnisnya akan berbeda antara proses bisnis ketiga perusahaan dengan value disicipline yang berlainan di atas.
Sudah barang tentu dalam penyusunan proses bisnis tiap perusahaan perlu menyambungkan antara strategi bisnis yang sudah disusun dengan kinerja proses bisnis yang akan dibentuk dan dijalankan secara konsisten di lapangan.
C. TEKNOLOGI INFORMASI PADA BUSINESS PROCESS ENGINEERING
Dari seluruh teknik manajemen perubahan (change management), Business Process Reengineering (BPR) merupakan metodologi yang paling populer di awal tahun ‘90-an. Tercatat lebih dari 1.7 juta buku Reengineering the Corporation karangan Michael Hammer dan James Champy yang diterbitkan pada tahun 1993 terjual habis di pasaran. Studi yang dilakukan oleh dua buah perusahaan riset di Amerika pada tahun 1994 menghasilkan suatu figur yang sangat mengejutkan: sekitar 70-80% perusahaan besar di Amerika sudah bersiap-siap untuk segera melakukan BPR. Komitmen perusahaan-perusahaan terhadap penggunaan cara-cara BPR yang cenderung radikal ini semakin kuat setelah beberapa perusahaan internasional, seperti AT&T, Ford, Texas Instruments, dan Mercury berhasil menaikkan kinerjanya secara signifikan setelah menjalankan program BPR. Berbeda dengan teknik-teknik manajemen perubahan yang dikenal sebelumnya, yang mejadi fokus utama dalam BPR adalah improvisasi pada level proses di dalam perusahaan (Hammer, 1993). Langkah utama yang dilakukan oleh para konsultan BPR adalah menganalisa proses-proses yang terjadi di dalam perusahaan untuk selanjutnya dipelajari lebih lanjut. Output dari proyek BPR adalah usulan atau perancangan proses-proses kerja (business process) baru yang lebih baik dari sebelumnya. Prinsip “bettercheaper- faster” menjadi pedoman utama dalam aktivitas penciptaan proses-proses baru tersebut. Tidak dapat dipungkiri pula bahwa kemajuan teknologi informasi yang teramat sangat pesat di periode yang sama telah menjadikannya sebagai salah satu komponen utama dalam format perusahaan baru sebagai hasil BPR. Perkembangan teknologi informasi seperti Local Area Network, Wide Area Network, Multimedia, Data Warehouse, Internet, dan Intranet (dengan didukung oleh backbone infrastruktur
Telekomunikasi yang semakin murah telah membuat manajemen perusahaan untuk mendefinisikan kembali visi dan misi bisnisnya, terutama yang berkaitan dengan strategi pelaksanaan bisnis. Bahkan tidak jarang terdapat perusahaan yang sama sekali putar haluan (dalam hal core business) untuk menekuni bidang industri lain setelah proses BPR dilakukan karena melihat trend pengembangan teknologi informasi di masa mendatang.
Upaya untuk mensinergikan antara proses bisnis dengan arsitektur komputasi perusahaan merupakan suatu pendekatan manajemen untuk mengelola mesin informasi dalam kerangka abstrak yang bekerja berdasarkan prinsip sistem teknologi informasi dalam usaha untuk mencapai tujuan diinginkan.
Logika bisnis sangat menentukan bagaimana falsafah bisnis diterjemahkan, diidentifikasikan dan dijalankan sesuai dengan misi bisnis yang berinteraksi dengan lingkungan eksetrnal untuk kebutuhan manajemen logistik. Dengan adanya logika bisnis, maka diharapkan akan menimbulkan embrio bisnis yang berwawasan pengetahuan dan metode perencanaan sistem yang didukung oleh kesiapan infrastruktur komputasi perusahaan.
Selanjutnya dalam tahapan penyaringan dan aplikasi dibutuhkan evaluasi logika bisnis yang dilakukan dalam proses parsial Business Process Reengineering (BPR) sebagai umpan balik apakah proses bisnis tidak mengulangi kesalahan yang mungkin terjadi sebelumnya, sehingga mendapat dukungan kesiapan arsitektur teknlogi informasi yang memadai.
Hubungan antara proses binsis dengan Teknologi Informasi khususnya didalam suatu Perusahaan dapat digambarkan dengan skema berikut: Dalam skema tersebut terdapat 4 (empat) tekanan utama, sebelum proses bisnis direkayasa, yakni: 1). Pemikiran kembali yang fundamental 2). Desain kembali secara radikal. 3). Pencapaian perbaikan yang dramatis dan 4). Berfokus pada akhir proses. Keempat tekanan utama ini merupakan penelitian yang dilakukan untuk lebih memahami latar belakang lahirnya rekayasa ulang proses bisnis itu sendiri.
Secara konservatif, sebenarnya ada empat cara improvisasi yang dapat dilakukan terhadap proses-proses dalam perusahaan yang ditawarkan oleh teknologi informasi (Peppard, 1995). Cara pertama adalah menghilangkan (eliminate) proses-proses yang dianggap tidak perlu lagi dilakukan jika sistem computer diimplementasikan, karena alasan efisiensi misalnya. Proses-proses seperti pengecekan secara manual terhadap kalkulasi-kalkulasi rumit yang tidak perlu lagi dilakukan setelah program berbasis spreadsheet dikembangkan merupakan salah satu contoh dari kemudahan yang ditawarkan oleh teknologi informasi.
Demikian pula dalam hal proses pembuatan laporan-laporan beragam - baik yang bersifat periodik maupun ad-hoc - yang biasanya memakan waktu berjam-jam jika harus dikerjakan secara manual, akan dengan sendirinya hilang dengan diinstalasinya suatu report generator berbasis komputer. Cara kedua yang ditawarkan oleh teknologi informasi adalah berupa penyederhanaan (simplification) proses-proses tertentu atau pengurangan rantai proses untuk tujuan pelaksanaan aktivitas yang lebih cepat dan murah. Kasus klasik yang paling sering dilakukan oleh perusahaan adalah dengan cara melakukan simplifikasi terhadap formulir-formulir yang biasa dipergunakan untuk tujuan kontrol internal perusahaan (karena berdasarkan filosofi lama yang mengatakan bahwa semakin banyak SDM yang terlibat dalam melakukan kontrol terhadap suatu proses, akan semakin baik – karena memperkecil kemungkinan terjadinya kolusi). Fasilitas komunikasi email dan workflow yang ditawarkan pada konsep intranet merupakan salah satu alternatif yang paling efisien dan efektif untuk mempersingkat prosedur pengajuan
dan persetujuan kredit di bank. Terlebih-lebih dengan dilengkapinya teknologi tersebut oleh system keamanan komputer yang canggih. Perbaikan proses selanjutnya adalah berupa kemungkinan diintegrasikannya beberapa proses yang biasanya ditangani oleh beberapa karyawan dari berbagai divisi yang terpisah menjadi sebuah proses yang lebih
sederhana. Sangat sulit untuk seorang salesman di perusahaan distribusi untuk mengetahui apakah yang bersangkutan memiliki barang dengan jumlah yang dipesan pelanggannya, mengingat bagian logistik-lah yang memiliki data secara akurat. Dengan diimplementasikannya jaringan komputer berskala WAN, proses pengecekan barang di gudang yang biasanya harus melalui prosedur pada bagian logistik dapat dilakukan pula oleh seorang salesman, sehingga dapat mencegah terjadinya overcommitted atau shortage terhadap pesanan pelanggan.
Hal terakhir yang ditawarkan sehubungan dengan BPR adalah berupa otomatisasi. Tidak ada yang istimewa dalam teknik ini selain merubah hal-hal yang biasanya dilakukan secara manual menjadi aktivitas yang menggunakan komputer. Penggunaan robotik pada industri manufakturing merupakan salah satu pemanfaatan teknologi informasi yang sangat populer di Jepang, Amerika, dan negara-negara Eropa. Untuk perusahaan yang bergerak di bidang jasa, biasanya proses-proses seperti data capture, data transfer, dan data analysis juga telah dikomputerisasikan karena telah terbukti lebih cepat, lebih murah, lebih akurat/terpercaya, dan lebih’menyenangkan’.
Pada kenyataannya, tidak semua perusahaan secara penuh mempergunakan cara-cara di atas. Ada sebagian perusahaan yang hanya ‘berhasil’ melakukan otomatisasi saja, sementara yang lain sudah melakukan eliminasi dan penyederhanaan proses-proses utama. Hal ini lumrah, mengingat bahwa pada akhirnya, faktor manusialah yang akan menjadi faktor penentu utama keberhasilan program BPR (mengingat para karyawanlah yang akan menjalankan proses-proses yang baru). Fenomena yang memperlihatkan bahwa ‘people don’t like to change’ di dalam format perusahaan merupakan kendala utama yang menyebabkan 70% dari usaha-usaha pelaksanaan BPR dinilai gagal. Figur ini bukanlah merupakan angka statistik yang terjadi di Indonesia, tetapi merupakan hasil studi dalam skala pelaksanaan program BPR secara internasional. Tidak ada tawar menawar lagi bahwa perusahaan untuk melakukan perubahan di era globalisasi ini jika ingin tetap bersaing. Apakah akan mempergunakan jalur BPR atau tidak, merupakan pertanyaan selanjutnya yang harus segera dijawab oleh para manajemen perusahaan.
E. KESIMPULAN
Pengembangan sistem manajerial perusahaan merupakan suatu rekomendasi dari identifikasi solusi bisnis yang memandang dampak pengembangan sistem menuju kedewasaan (maturity) terhadap produk dan jasa dihasilkan. Posisi aplikasi teknologi informasi secara tidak langsung berperan dalam memberikan sistem komputasi pada fungsi-fungsi manajemen secara garis besar, yakni dari perencanaan (planning), pengarahan (directing), pengorganisasian (organizing), koordinasi (coordinating) sampai pengendalian (controlling).
Dengan pengelolaan proses bisnis melalui arsitektur komputasi perusahaan di atas, nampaknya resiko bisnis dapat menjadi perhatian penting manajemen dimana peran lingkungan bisnis saling berinteraksi membentuk jaringan sistem informasi menghasilkan tingkat kepastian produk kompetitif melalui perencaan manajemen logistik dan pengelolaan pengendalian berbasis teknologi informasi.
Hal yang tidak dapat diabaikan dalam praktek organisasi bisnis adalah adanya suatu unit atau area yang bertugas mengembangkan suatu inovasi terhadap produk atau jasa untuk area tertentu. Ini perlu diuraikan karena, komputer ataupun bentuk teknologi informasinya menepari dua fungsi, yakni: sebagai konseptual sistem informasi ataupun secara fisik terlibat dalam proses produksi sebagai pengatur (regulator) dan pengawas (monitor). Selain itu, budaya IT learning organization sangat memberikan kontribusi untuk memberikan nilai tambah bisnis yang dapat dibuktikan dalam produk atau jasa yang dapat memenuhi harapan pelanggan.
F. DAFTAR PUSTAKA
Indrajit,Eko,Richardius: Konsep dan Aplikasi Business Process Reengineering, Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia 2002.
Indrajit,Eko,Richardius: Siapkah Perusahaan Indonesia Mengimplementasikan ERP ?, Jakarta: http://www.indrajit.org. April, 1999.
Hammer, M., and Champy, J. Reengineering the Corporation: A Manifesto for Business
Revolution, Nicholas Brealey Publishing, London, 1993.
Asmuni Idris, S.E., Akt: Arsitektur Komputasi Perusahaan Untuk Business Process Reengineering
Hartono Fery: Referensi Bisnis Terpercaya, Jakarta: Januari, 2005